Kasus tragis kembali mencoreng institusi kepolisian. Seorang oknum polisi berinisial Brigadir AK diduga telah menganiaya anaknya sendiri yang masih berusia dua bulan hingga tewas. Kejadian ini kini dalam penyelidikan Polda Jawa Tengah yang tengah mendalami motif pelaku dan memastikan proses hukum berjalan dengan adil.
Kronologi Kejadian
Peristiwa ini terjadi pada 2 Maret 2025 di Semarang, Jawa Tengah. Korban yang masih bayi dititipkan oleh ibunya, DJ, kepada Brigadir AK di dalam mobil saat hendak berbelanja di Pasar Peterongan. Namun, ketika DJ kembali ke mobil, ia mendapati kondisi anaknya sudah dalam keadaan tidak wajar. Bayi tersebut segera dilarikan ke Rumah Sakit Rumani Semarang, tetapi nyawanya tidak tertolong dan meninggal keesokan harinya.
DJ yang merasa ada kejanggalan langsung melaporkan kejadian ini ke Polda Jawa Tengah pada 5 Maret 2025. Namun, setelah laporan tersebut dibuat, DJ diduga mengalami intimidasi dari pihak tertentu yang tidak diketahui identitasnya.
Proses Hukum dan Penyidikan
Pihak kepolisian telah menahan Brigadir AK di tempat khusus selama 30 hari ke depan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Selain itu, pemeriksaan kode etik juga dilakukan terhadap pelaku. Polisi juga telah meminta keterangan dari tiga saksi, yaitu DJ selaku pelapor, pihak rumah sakit, dan terlapor Brigadir AK sendiri.
Menurut keterangan dari Kompolnas, Brigadir AK akan dikenakan pasal berlapis. Selain Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002, ia juga dapat dijerat dengan pasal 338 KUHP terkait pembunuhan. Sebagai anggota kepolisian, hukumannya bahkan bisa diperberat sepertiga dari hukuman maksimal yang berlaku.
Tanggapan Kompolnas
Anggota Kompolnas, Ida Utari, menegaskan bahwa tindakan Brigadir AK tidak hanya melanggar hukum pidana, tetapi juga melanggar kode etik kepolisian. Kompolnas akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan tidak ada penyalahgunaan kekuasaan yang dapat menghambat proses hukum.
"Kami sudah berkoordinasi dengan Polda Jateng agar kasus ini dikawal secara transparan dan tegas. Proses kode etik akan segera dilakukan, dan jika terbukti bersalah, Brigadir AK dapat diberhentikan dari kepolisian serta dikenai hukuman pidana berat," ujar Ida Utari.
Permintaan Perlindungan dari LPSK
DJ yang melaporkan kasus ini juga meminta perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) untuk menghindari kemungkinan intimidasi lebih lanjut. Kuasa hukum DJ menegaskan bahwa mereka tidak ingin berspekulasi mengenai siapa pelaku intimidasi, tetapi akan terus berusaha melindungi keselamatan klien mereka.
Dampak Kasus terhadap Institusi Kepolisian
Kasus ini menjadi perhatian publik karena melibatkan aparat kepolisian yang seharusnya menjadi pengayom masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian kembali dipertanyakan, mengingat adanya kasus-kasus serupa yang terjadi sebelumnya.
Polda Jawa Tengah diharapkan dapat menangani kasus ini secara profesional dan transparan agar keadilan dapat ditegakkan. Proses hukum yang adil dan tegas akan menjadi langkah awal dalam memulihkan citra kepolisian di mata masyarakat.
Kesimpulan
Tragedi ini menjadi pengingat bahwa hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu, termasuk terhadap aparat penegak hukum yang melanggar aturan. Brigadir AK kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum, sementara DJ berharap keadilan bagi anaknya yang telah tiada. Semua pihak, termasuk Kompolnas dan LPSK, terus mengawal kasus ini agar berjalan transparan dan tidak ada intervensi dari pihak manapun.
Kasus ini juga mengingatkan pentingnya pengawasan terhadap etika dan moralitas dalam institusi kepolisian, sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
0 comments:
Post a Comment