Saat melakukan riset mengenai kasus Diana dan Edgar dari Armenia, saya menemukan kisah lain yang tak kalah mengejutkan dari harian cetak lokal di Yerevan. Kisah ini menyeret seorang politikus dan polisi ternama, Garik Milikian, ke dalam pusaran cinta terlarang dan tragedi keluarga yang berujung pada dua nyawa melayang. Berikut ceritanya.
Garik Milikian adalah sosok sukses di dunia politik Armenia pada era 1990-an. Saat itu, di usia 35 tahun, ia sudah digadang-gadang akan menjadi menteri. Ia memiliki istri bernama Ana dan lima orang putri. Namun, karena terobsesi ingin memiliki anak laki-laki, ia terus berharap akan mendapatkan anak lelaki dalam rumah tangganya.
Pada tahun 1992, dalam sebuah tugas ke Yerevan, Garik jatuh cinta pada seorang gadis magang berusia 20 tahun bernama Milica. Mereka berpacaran diam-diam meski Garik telah berkeluarga. Saat Milica hamil, Garik berjanji akan menikahinya jika anak itu lahir. Benar saja, pada 1993 lahirlah putra mereka, Husep. Ana akhirnya menyetujui Garik menikahi Milica sebagai istri kedua.
Namun, dua tahun kemudian, Garik dan Ana menjebak Milica agar terlihat berselingkuh lalu menceraikannya. Hak asuh Husep pun jatuh ke tangan Garik. Sejak saat itu, Milica menghilang dan tidak diketahui lagi keberadaannya.
Husep dibesarkan dengan penuh kasih oleh Ana dan para kakaknya. Ia tumbuh menjadi anak yang aktif, menyukai sepak bola, dan berhasil menamatkan pendidikan ekonomi pada tahun 2016. Setelah lulus, ia tetap melatih kursus sepak bola di SMP swasta di Yerevan.
Namun, kehidupan Husep berubah ketika ia menerima pesan dari seorang wanita bernama Milica yang mengaku sebagai ibu kandungnya. Awalnya Husep mengabaikan pesan tersebut, namun setelah ayahnya meninggal pada Juni 2016, ia memberanikan diri mengungkapkan pesan itu pada Ana.
Ana akhirnya mengaku bahwa Husep memang anak dari Garik dan Milica, namun ia membesarkannya seperti anak kandung sendiri. Ia juga tak melarang jika Husep ingin bertemu ibunya.
Awal 2017, Husep dan Milica akhirnya bertemu. Mereka saling melepas rindu yang terpendam selama 22 tahun. Milica saat itu hidup susah, bekerja sebagai pedagang es krim dan tinggal bersama pacar pemabuk bernama Euro. Karena sering mengalami kekerasan, Husep meminta ibunya putus dari Euro dan membantunya pindah rumah. Ana bahkan membantu melunasi utang Milica sebesar 17 juta rupiah kepada Euro.
Baca juga kisah serupa: Cinta Terlarang: Ketika Seorang Anak Menghamili pada Ibu Kandungnya
Namun, Euro tidak tinggal diam. Ia terus mengganggu kehidupan Milica dan Husep. Husep pun memutuskan tinggal bersama ibunya demi keamanan. Dari sinilah terjadi kedekatan emosional yang tidak sehat. Kerinduan yang terpendam berkembang menjadi rasa yang tak pantas antara ibu dan anak.
Milica hamil lagi dan pada Februari 2018 melahirkan seorang bayi perempuan yang cacat. Karena malu dan takut ketahuan warga, Husep mulai menunjukkan niat buruk. Malam 15 Maret 2018, saat Milica tidur, Husep membekap bayinya dengan bantal dan membuang jasadnya ke sungai Azat.
Dalam kondisi kacau, ia mampir ke apotek dan bertemu Euro yang memaki-makinya. Karena emosi, Husep menabrak dan melindas tubuh Euro dengan mobil hingga tewas.
Husep menyerahkan diri ke polisi dan mengaku atas dua pembunuhan. Dalam persidangan, Milica mengaku salah karena menjalin hubungan dengan anak kandungnya. Ia mengakui menyesal namun tak bisa menolak perasaan cinta aneh yang muncul karena kerinduan mendalam.
Pengadilan tinggi Yerevan pada 21 Agustus 2018 menjatuhkan vonis penjara seumur hidup kepada Husep dan dua tahun penjara bagi Milica. Meski keluarga Milikian, terutama Ana dan kakak-kakaknya, sangat terpukul, mereka tetap memberikan dukungan moral dan berharap Husep mendapat keringanan karena usianya yang masih muda dan sebelumnya tidak memiliki catatan kriminal.
Akhir Kata:
Kisah ini sangat kompleks dan menyedihkan. Ia mencerminkan bagaimana dendam, hasrat, dan keputusasaan dapat merusak akal sehat manusia. Apakah pantas Husep dihukum seberat itu? Atau justru ia hanyalah korban dari sistem dan trauma keluarga? Berikan pendapat kamu di kolom komentar.
0 comments:
Post a Comment