BERITA TERKINI, DUNIA DALAM BERITA, SEPUTAR INFORMASI TERPECAYA

Sunday, 31 August 2025

Marah! Scott Parker Ledak VAR Usai Burnley Dipecundangi Manchester United

VAR dan Kontroversi Tak Berkesudahan: Apakah Sepak Bola Menuju "Game yang Paling Steril"?

VAR dan Kontroversi Tak Berkesudahan: Apakah Sepak Bola Menuju "Game yang Paling Steril"?

Ilustrasi wasit yang sedang berkonsultasi dengan monitor VAR
Ilustrasi wasit yang sedang berkonsultasi dengan monitor VAR

Belum juga tiga pekan bergulir, Liga Premier Inggris musim 2025/2026 sudah kembali dihebohkan oleh sejumlah kontroversi terkait Video Assistant Referee (VAR). Kali ini, dua laga yang melibatkan Manchester United vs Burnley dan Chelsea vs Fulham memicu kemarahan para manajer dan memantik perdebatan sengit di kalangan penggemar sepak bola.

Drama Injury Time di Old Trafford: Hadiah Penalti untuk Setan Merah

Pertandingan Manchester United melawan Burnley di Old Trafford berakhir dengan drama injury time yang pahit bagi tim tamu. Dengan skor imbang 2-2, wasit Sam Barrott awalnya membiarkan permainan berlanjut saat Jaidon Anthony dari Burnley melakukan grabbing (menarik baju) terhadap Amad Diallo dari MU di ujung area penalti.

Namun, setelah diminta meninjau ulang insiden tersebut di monitor pinggir lapangan oleh VAR Stuart Attwell yang berada ratusan kilometer jauhnya, Barrott mengubah keputusannya dan menganugerahkan penalti bagi Setan Merah. Bruno Fernandes yang menjalankan tugas dengan baik memastikan MU meraih kemenangan 3-2.

"Di lapangan, wasit tidak memberikan pelanggaran, lalu kami 'me-wasit-ulang' permainannya. Ini bukan lagi keputusan wasit utama, melainkan seorang lelaki di dalam kotak berjarak 200-an mil," ujar Parker dengan nada frustrasi, seperti dikutip BBC Match of the Day.

Gol Burnley yang Dianulir: Batas Offside Semakin Seni

Kontroversi bagi Burnley sebenarnya sudah dimulai lebih awal. Pada babak kedua, striker mereka Lyle Foster berhasil membobol gawang MU setelah mengalahkan kiper Altay Bayindir. Sorak-sorai pun pecah. Namun, kegembiraan itu hanya bertahan sejenak.

Teknologi offside semi-otomatis (semi-automated offside technology) menunjukkan bahwa Foster berada dalam posisi offside sangat marginal. Bagian lengannya dinyatakan lebih depan dibanding bek MU, Diogo Dalot. Keputusan yang sempit dan membuat Parker semakin geram.

"Kami mungkin hanya berjarak beberapa bulan atau setahun lagi dari situasi di mana kami tidak akan merayakan gol sama sekali. Saya berdiri di pinggir lapangan, Anda mencetak gol dan saya merasa ada sejuta hal yang melintas di pikiran—seperti sebuah checklist. Apakah offside? Apakah dia menginjak kakinya dua menit sebelumnya?"

Kemarahan Silva dan Fulham: "Keputusan yang Sulit Dipahami"

Kontroversi VAR tidak hanya terjadi di Old Trafford. Pada laga yang lebih awal, Fulham harus menelan pil pahit kekalahan 2-0 dari Chelsea di Stamford Bridge akibat dua keputusan yang sangat contentious (mengundang perdebatan).

Pertama, gol remaja mereka, Josh King, pada menit ke-21 dianulir. Wasit Rob Jones, setelah meninjau ulang, memutuskan bahwa Rodrigo Muniz melakukan foul (pelanggaran) terhadap Trevoh Chalobah dalam proses membangun serangan. Banyak yang menilai kontak antara Muniz dan Chalobah sangat minimal dan tidak disengaja.

Kemarahan Fulham mencapai puncaknya ketika Chelsea kemudian diberikan penalti karena bola mengenai tangan Ryan Sessegnon. Marco Silva, manajer Fulham, begitu murka.

"Semua orang terkejut dengan apa yang terjadi sore ini. Tidak ada yang bisa meyakinkan saya bahwa itu adalah pelanggaran yang obvious (jelas) dari Rodrigo. Sulit untuk dimengerti," ujarnya kepada Match of the Day.

Sudah Saatnya Mantan Pemain Bergabung dalam Tim VAR?

Gelombang kritik terhadap implementasi VAR semakin menjadi. Stephen Warnock, mantan pemain Liga Premier, menyuarakan keresahan yang sama. Ia merasa sepak bola sedang "berjalan mundur" dan tidak lagi menyenangkan untuk ditonton karena setiap gol selalu diselidiki dengan forensik yang berlebihan.

Warnock pun mengusulkan solusi: masukkan mantan pemain profesional ke dalam tim VAR.

"Mereka [wasit] tidak selalu melihat intricacies (seluk-beluk rumit) permainan. Kami [mantan pemain] tahu permainannya, kami mencintai permainan ini dan kami ingin melihatnya dimainkan dengan cara yang benar dan melihat hasil yang benar," tegas Warnock.

Usulan ini bukan tanpa alasan. Mantan pemain dianggap memiliki "feel" atau feeling alami terhadap dinamika permainan, seperti niat seorang pemain, intensitas kontak, dan situasi-situasi yang bagi wasit biasa mungkin terlihat sebagai pelanggaran, tetapi bagi pesepakbola adalah bagian dari permainan yang wajar.

Masa Depan VAR: Antara Keadilan dan Jiwa Sepak Bola

Tujuannya mulia: mencapai keadilan dan akurasi keputusan. Namun, dalam praktiknya, VAR justru sering menciptakan ketidakpastian baru, mematikan euforia, dan mengubah fokus dari permainan itu sendiri menjadi "forensik checking" setiap menit.

Pertanyaannya sekarang, sampai di titik mana kita mau mengorbankan flow dan emosi natural sepak bola—seperti sorak-sorai spontan setelah sebuah gol—demi sebuah keputusan yang "sempurna" secara hukum tetapi terasa steril dan tidak manusiawi?

Kontroversi ini dipastikan akan terus berlanjut. Solusinya mungkin tidak mudah, tetapi diskusi terbuka tentang perbaikan sistem—termasuk usulan melibatkan mantan pemain—perlu terus digulirkan agar teknologi benar-benar menjadi pelayan bagi sepak bola, bukan majikannya.

Share:

0 comments:

Post a Comment

Disclaimer

Disclaimer
Ketentuan Penggunaan Konten di kedungmundukrw.blogspot.com

Blog Archive