Sejarah dan Perjalanan RUU Perampasan Aset di Indonesia
1. Awal Gagasan (2003)
Gagasan mengenai RUU Perampasan Aset mulai muncul sekitar 2003 sebagai respons atas kebutuhan instrumen hukum untuk menindak aset yang diduga berasal dari tindak pidana (mis. korupsi dan pencucian uang). Gagasan ini sejalan dengan kewajiban internasional setelah penyebaran praktik asset recovery di berbagai negara.
2. Penyusunan Awal (2008–2012)
Pada 2008 disusun draf awal dan naskah akademik untuk RUU ini. Penyusunan lebih formal dan naskah akademik yang sering dikutip dirilis oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) sekitar 2012.
3. Masuk Prolegnas, tetapi Berulang Kali Tertunda
Sejak masuk Program Legislasi Nasional (Prolegnas), RUU Perampasan Aset berkali‑kali diusulkan namun belum tuntas dibahas. Periode yang sering disebut antara lain 2005–2009, 2010–2014, 2015–2019, hingga 2020–2024. Beberapa faktor penyebab keterlambatan adalah pertimbangan politik, kekhawatiran soal potensi penyalahgunaan, dan prioritas legislasi lainnya.
4. Dorongan di Era Presiden Joko Widodo
Pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo, ada dorongan agar RUU ini dipercepat: pemerintah beberapa kali mengirimkan Surat Presiden (supres) ke DPR untuk memasukkan RUU ini dalam daftar prioritas. Pada 2023 RUU tercatat masuk Prolegnas Prioritas, dan hingga akhir 2024 RUU masih dikaji untuk dimasukkan pada Prolegnas Jangka Menengah 2025–2029.
Ringkasan Timeline
Tahun | Peristiwa |
---|---|
2003 | Gagasan pertama muncul |
2008 | Draf awal & naskah akademik disusun |
2012 | Naskah akademik resmi dirilis oleh BPHN |
2005–2024 | Berkali‑kali masuk Prolegnas, tetapi belum disahkan |
2023 | Masuk daftar Prolegnas Prioritas (Supres dari Presiden) |
2024 | Masih dikaji; diarahkan ke Prolegnas 2025–2029 |
Penutup
Perjalanan RUU Perampasan Aset menunjukkan proses legislasi yang panjang. Bila disahkan dengan mekanisme yang jelas dan pengawasan memadai, RUU ini berpotensi memperkuat upaya pemulihan aset hasil tindak pidana dan meningkatkan efektivitas pemberantasan korupsi. Namun kehati‑hatian juga diperlukan untuk mencegah penyalahgunaan wewenang.
0 comments:
Post a Comment